Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) meminta masyarakat
tidak berlebihan mengkhawatirkan prediksi munculnya badai matahari pada
2012-2015, karena peristiwa itu bukan pertanda kiamat seperti yang
diisukan beberapa waktu lalu.
"Hasil pengamatan kami, badai matahari tidak akan langsung menghancurkan
peradaban dunia. Efek langsungnya akan dirasakan pada teknologi tinggi
seperti satelit dan komunikasi radio. Jadi bukan pertanda kiamat," kata
Kepala Bidang Aplikasi Geomagnet dan Magnet Antariksa Lapan, Clara Yono
Yatini, di Universitas Udayana Denpasar, Bali, Selasa.
Masalah badai matahari menjadi salah satu bahasan pada "International
Symposium on South East Asia Pacific Environment Problem and Satelite
Remote Sensing" di kampus Pascasarjana Unud yang berlangsung dua hari,
dihadiri sekitar 150 peserta kalangan ahli perikanan dan kelautan dunia.
Menurut Clara Yono, sehubungan sempat merebaknya isu kiamat terkait
badai matahari itu, Lapan terus menyebarkan pengetahuan mengenai dampak
aktivitas matahari tersebut kepada masyarakat luas.
Dengan demikian diharapkan masyarakat lebih paham mengenai dampak
yang mungkin ditimbulkan dan bisa diambil langkah antisipasi yang tepat
akibat fenomena cuaca antariksa 2012 hingga 2015 tersebut.
Dijelaskan, aktivitas matahari yang melontarkan miliaran ton partikel,
plasma berenergi tinggi dan radiasi gelombang elektromagnetik,
sebenarnya memiliki siklus atau tidak diam.
"Ledakan-ledakan matahari bisa sampai ke bumi. Selain itu matahari punya
berbagai aktivitas seperti medan magnet, bintik matahari, flare
(ledakan matahari), lontaran massa korona, angin surya dan partikel
magnetik," kata alumnus Astronomi ITB 1989 itu.
Lapan telah memperkirakan puncak aktivitas matahari terjadi pada 2012
hingga 2015. Pada puncak siklus itu aktivitas matahari akan tinggi dan
terjadi badai matahari.
Disinggung seberapa besar volume partikel berenergi tinggi atau ledakan
yang terjadi, Clara menyatakan belum bisa dipastikan terkait berapa lama
dan kapan terjadinya.
"Yang bisa saya katakan di sini, badai matahari terjadi dalam beberapa
menit atau beberapa jam. Sangat variatif dan tidak bisa dipastikan kapan
terjadi. Diprediksi tahun 2012 hingga 2013," paparnya.
Di beberapa belahan dunia, siklus matahari terjadi 11 tahunan dan kini
matahari berada pada siklus ke-24. Hal itu pernah menimbulkan dampak
serius terhadap sistem jaringan listrik seperti di Kanada dan Jepang
pada 1989 dan di Swedia tahun 2003.
Selain berdampak pada peralatan dan sitem komunikasi, badai matahari
juga berkontribusi terhadap perubahan iklim. Sebab jika terjadi
peningkatan aktivitas matahari, maka mengakibatkan matahari akan
memanas.
"Suhu bumi akan meningkat tajam dan iklim berubah. Dampak ekstrimnya
menyebabkan kemarau panjang. Namun hal itu masih dalam kajian para
peneliti," jelasnya.
Alumnus Astronomi Tohoko University Jepang itu menegaskan, bahwa tidak
benar akan terjadi kiamat seperti film 2012. "Film itu sepertinya
ilmiah, namun sebenarnya hanya hiburan saja," ucap Clara.
Simposium digelar oleh Center for Remote Sensing dan Ocean Sciences
(Cresos) dihadiri dari kalangan perguruan tinggi dalam dan luar negeri,
seperti dari Jepang dan Rusia, BPPT dan institusi lainnya.
tidak berlebihan mengkhawatirkan prediksi munculnya badai matahari pada
2012-2015, karena peristiwa itu bukan pertanda kiamat seperti yang
diisukan beberapa waktu lalu.
"Hasil pengamatan kami, badai matahari tidak akan langsung menghancurkan
peradaban dunia. Efek langsungnya akan dirasakan pada teknologi tinggi
seperti satelit dan komunikasi radio. Jadi bukan pertanda kiamat," kata
Kepala Bidang Aplikasi Geomagnet dan Magnet Antariksa Lapan, Clara Yono
Yatini, di Universitas Udayana Denpasar, Bali, Selasa.
Masalah badai matahari menjadi salah satu bahasan pada "International
Symposium on South East Asia Pacific Environment Problem and Satelite
Remote Sensing" di kampus Pascasarjana Unud yang berlangsung dua hari,
dihadiri sekitar 150 peserta kalangan ahli perikanan dan kelautan dunia.
Menurut Clara Yono, sehubungan sempat merebaknya isu kiamat terkait
badai matahari itu, Lapan terus menyebarkan pengetahuan mengenai dampak
aktivitas matahari tersebut kepada masyarakat luas.
Dengan demikian diharapkan masyarakat lebih paham mengenai dampak
yang mungkin ditimbulkan dan bisa diambil langkah antisipasi yang tepat
akibat fenomena cuaca antariksa 2012 hingga 2015 tersebut.
Dijelaskan, aktivitas matahari yang melontarkan miliaran ton partikel,
plasma berenergi tinggi dan radiasi gelombang elektromagnetik,
sebenarnya memiliki siklus atau tidak diam.
"Ledakan-ledakan matahari bisa sampai ke bumi. Selain itu matahari punya
berbagai aktivitas seperti medan magnet, bintik matahari, flare
(ledakan matahari), lontaran massa korona, angin surya dan partikel
magnetik," kata alumnus Astronomi ITB 1989 itu.
Lapan telah memperkirakan puncak aktivitas matahari terjadi pada 2012
hingga 2015. Pada puncak siklus itu aktivitas matahari akan tinggi dan
terjadi badai matahari.
Disinggung seberapa besar volume partikel berenergi tinggi atau ledakan
yang terjadi, Clara menyatakan belum bisa dipastikan terkait berapa lama
dan kapan terjadinya.
"Yang bisa saya katakan di sini, badai matahari terjadi dalam beberapa
menit atau beberapa jam. Sangat variatif dan tidak bisa dipastikan kapan
terjadi. Diprediksi tahun 2012 hingga 2013," paparnya.
Di beberapa belahan dunia, siklus matahari terjadi 11 tahunan dan kini
matahari berada pada siklus ke-24. Hal itu pernah menimbulkan dampak
serius terhadap sistem jaringan listrik seperti di Kanada dan Jepang
pada 1989 dan di Swedia tahun 2003.
Selain berdampak pada peralatan dan sitem komunikasi, badai matahari
juga berkontribusi terhadap perubahan iklim. Sebab jika terjadi
peningkatan aktivitas matahari, maka mengakibatkan matahari akan
memanas.
"Suhu bumi akan meningkat tajam dan iklim berubah. Dampak ekstrimnya
menyebabkan kemarau panjang. Namun hal itu masih dalam kajian para
peneliti," jelasnya.
Alumnus Astronomi Tohoko University Jepang itu menegaskan, bahwa tidak
benar akan terjadi kiamat seperti film 2012. "Film itu sepertinya
ilmiah, namun sebenarnya hanya hiburan saja," ucap Clara.
Simposium digelar oleh Center for Remote Sensing dan Ocean Sciences
(Cresos) dihadiri dari kalangan perguruan tinggi dalam dan luar negeri,
seperti dari Jepang dan Rusia, BPPT dan institusi lainnya.
Comments (0)
Posting Komentar
Berikan komentar anda disini JIKA Facebook Comment System tidak bekerja sebagaimana mestinya. Pada pilihan [Beri komentar sebagai] Pilih "Name/Url" jika ingin berkomentar dengan mencantumkan nama anda.