Posted by media itsar | Posted in SMP 2 (KRM MIftahul Huda)
Assalamu'alaikum.
sahabat, udah lama nggak menyapa lewat note-notenya. Insya Allah, dari evaluasi yang lalu, saya berusaha memperbaiki lagi kualitas buah tangan ini. yang dulu suka panjang banget dan banyak hal2 yang gak perlu dimasukan, banyak candaan yang berlebihan, atau analogi yang sebenarnya gak patut buat diikutsertakan, sekarang udah coba direduce lagi.
Evaluasi lagi, kalau sekarang saya coba menulis dengan tulisan yang pendek. Cukup 1 setengah halaman a5 font 11-12. Jadi sahabat gak perlu capek-capek lagi bacanya. Semoga evaluasinya menjadi kebaikan sendiri di sisi-Nya. Insya Allah.
dan info, setiap 2 pekan, akan ada sekitar 3 ilmu lebih yang bakalan dibagi, semoga bermanfaat.
***
Dihadapkan dengan sebuah tekanan, pasti semua diantara kita dan mungkin termasuk pula sahabat akan menolak sambil memicingkan mata yang dengannya aja udah cukup menjelaskan kalau sahabat itu menolak. Mencabut kenyamanan, membatasi ruang gerak, meluluhkan kreatifitas, kurang lebih alesan-alesan itu yang nyangkut di benak sahabat ketika dihadapkan dengan tekanan.
Namun, sejarah justru memukul telak alesan-alesan tadi. Sejarah membuktikan bahwa karya-karya emas seorang pahlawan justru muncul dari berbagai tekanan-tekanan berat dan kompleks yang menyelimuti hidup pengukir karya tersebut. Tampaknya si sejarah gak mau tuh memberikan titel pahlawan secara cuma-cuma kepada orang yang melejit di atas atmosfer yang berbunga-bunga. Sejarah memaksa kita untuk membayar harga mahal untuk itu.
Adakah salah ketika kita bekerja di atas situasi yang normal dan nyaman? Tidak! Bukan itu salahnya. Tapi kebanyakan dari kita ketika dihadapkan situasi yang normal dan nyaman, dua keadaan tersebut malah masuk ke dalam hati kita dan menutup pintu-pintu ambisi kita, semangat kita, optimisme hidup, lalu menggoda dengan mengetuk pintu lain yang dari dalamnya eh malah keluar kemalasan, kurang kreatif, ampe-ampe membuat kita nggak produktif. Sekali lagi bukan kondisi normal dan nyaman yang salah tapi keinginan dan kekalahan atas diri kita yang berperan menjadi kambing hitamnya.
Dalam konteks manusiawi boleh jadi sahabat nggak suka hidup dalam tekanan. Lain sisi, konteks kesuksesan dan pengembangan diri kita justru akan tumbuh pesat apabila berselimut tekanan-tekanan yang menstimulan. Benarkah? Yup, buktinya sahabat-sahabat yang sekarang udah kelas tiga baru sibuk bedah buku ketika si SNMPTN mau bertamu ke agenda sahabat, iya kan? Ya, itulah tekanan, itulan makanan kesuksesan.
Terus, gimana caranya agar tekanan berbuah kemajuan? Jawabannya cukup deh sahabat perhatikan kebiasaan hidup masing-masing. Ketika lapar, sahabat langsung berburu makan. Ketika ngantuk sahabat langsung mengunjungi kamar tidur. Bahkan ketika rasa pengen buang air udah diem di penghujung perut sahabat, pasti deh selalu setia mengunjungi kamar kecil. Inilah yang harus diperhatikan. Ibarat lapar, kantuk dan hasrat untuk buang air semuanya adalah tekanan, maka tidur, makan dan buang air adalah cara menikmati tekanan tersebut. Yup, jawabannya adalah mencari jalan untuk menikmati tekanan.
Kemampuan ini yang menjadikan Sayyid Quthb merampungkan tafsir Fii Zhilalil Quran di balik jeruji, atau Buya Hamka yang juga menyempurnakan Kitab Al-Azharnya selama tiga tahun bersahabat hanya dengan sipir penjara. Itulah, yang membuat mereka selalu tampak santai dalam kesibukan, dapat menyungging senyum dalam kesedihan, optimistis merindu impian, dan dapat melejit dalam tekanan!
Ghazi Azhari S
Bandung, 28 September 2010 (18:22)
Comments (0)
Posting Komentar
Berikan komentar anda disini JIKA Facebook Comment System tidak bekerja sebagaimana mestinya. Pada pilihan [Beri komentar sebagai] Pilih "Name/Url" jika ingin berkomentar dengan mencantumkan nama anda.