Posted by media itsar | Posted in SMP 2 (KRM MIftahul Huda)
Assalaamu’alaikum..
Sebelumnya saya mohon maaf lahir dan batin, maafkan kesalahan-kesalahan saya yang sengaja maupun tidak disengaja dan yang tampak maupun yang tidak terlihat.. semoga shaum kita, ruku’ kita, sujud kita, tilawah kita, serta jihad2 lain kita di bulan Ramadhan diterima oleh Allah SWT dan saya yakin kita belum puas dari apa yang kita raih bulan Ramadhan kemarin, semoga pada kesempatan mendatang termasuk mulai detik ini, itu semua dapat jadi inspirasi kita untuk lebih baik lagi. Dengan kesungguhan, tentunya.
Entah kenapa tiba2 terbesit dalam pikiran saya ingin bicara masalah psikologi dan bakat. Kemarin malam (13 September 2010, red) saya ngerjain pr matematika adik saya tentang logaritma, pada waktu itu adik saya udah tidur. Nah, tiba2 saya gatel untuk ngerjain pr itu saat saya menyimpan gelas di sebelah buku adik saya. Saya kerjain tuh soal2, bret bret bret, Alhamdulillah, berkat pertolongan Allah saya bisa semua soal yang masih nyisa. Tiba2 (Conan Edogawa mode: on) seet, saya mikir, “Padahal dulu saya gak bisa matematika, hampir nge-blank, cepet putus asa, ke temen tuh dikit-dikit nanya dikit dikit nanya, nanya kok dikit dikit??Dulu bisanya tuh cuma mengandalkan pelajaran hafalan buat mendongkrak ranking tuh(hehe) biologi, ips, agama, b.indonesia dll, tapi sekarang kok bisa ya? ”
Saya teringat kata2 seorang teman, dia bilang Einstein pernah bilang (waduh jadi kayak penulisan hadis… min fulan, qoola Einstein blablabla…) bahwa (kalau g salah) bakat 1% dan usaha 99%. Itu yang saya rasakan. Ternyata lebaynya mah yang namanya bakat itu (hampir) TIDAK ADA. Yang ingin saya katakan adalah, kita tidak perlu “menunggu” lahirnya bakat untuk pandai dalam suatu hal. Contohnya teman saya di kelas yang sebelum kelas 12 kurang bisa dalam pelajaran exact sekarang (kelas 12) malah jadi “The Master” (bahasanya Azhar) bahkan tmen2 yang lain pun jadi nanya pelajaran exact ke dia. Ada orang yang bilang, “Udah Gif, kamu mah gausah belajar kalau mau ulangan biologi, kan kamu ikut olimpiade biologi” (padahal mah boro-boro, kalau ga belajar mah tijuralit langsung tah, angger we harus belajar sekeras yang lain).
Jangan heran, misalnya ada sebuah talents mapping atau psiko-tes yang ternyata di masa depan kita jauh sekali dengan yang diperkirakan lembaga2 itu, karena USAHA kita setiap waktu bisa saja merubah bakat dan bahkan sifat paling mendasar dari diri kita sendiri. Hmm yang saya analisis dari tes2 psikologi adalah: sebetulnya kita mampu mengenali diri tapi mereka membantu kita dalam menjabarkannya.. Kadang justru hasilnya kembali pada minat kita, misalnya: fulan ingin masuk kedokteran, dan karena semangatnya justru dia bisa lebih pandai daripada orang yang “berbakat” dalam kedokteran tetapi hanya mengejar gengsi saja masuk ke kedokteran.. iya kan-iya kan?
Rasulullah SAW berhasil merubah masyarakat Mekah yang “berbakat” jahiliyah menjadi “berbakat” dalam mengelola hati dan akal. Itu bukti bahwa sifat dasar pun mampu diubah. Mungkin di sekitar kita banyak yang bilang, “Kalau orang golongan darahnya O orangnya geje,tapi pinter, trus blabla2, kalau golongan darah A orangnya serius, romantis, dll”, contoh lain, “Saya tuh orangnya gak bisa belajar tanpa les”, atau “saya orangnya visual,jadi kalau tulisan gurunya jelek, pelajarannya jadi susah masuk”, “kalau di kelas berisik, mungkin saya gak akan bisa belajar soalnya kekuatan saya ada pada pendengaran” Iya mungkin, ada benarnya, tapi emang sebegitu tergantungkah kita terhadap hal2 itu..??. Bukankah manusia sebagai khalifah seharusnya yang mencari solusi dari sebuah keadaan, bukan bergantung pada keadaan? Tentunya nomor 1 dari semuanya adalah kehendak Allah, kita hanya berusaha, maka mintalah pada Allah, Yang Maha Menentukan Kadar..
Terakhir, saya ngajak merenung dikit nih.. Kita dulu sering liat film2 kartun, misalnya digimon, nah di film itu kan digimon bisa berubah menjadi bentuk yang lebih kuat. Jadi, si Digimon itu mendadak menang lawan musuhnya yang kuat, padahal awalnya tidak berdaya. Coba, kalau dipikir-pikir itu tiba2 jadi kuat gimana caranya ya? Mungkin mental kita telah diubah secara tak sengaja, kita lebih suka yang praktis, kita suka yang instant, itulah yang menyebabkan kita tidak menikmati proses. Begitu pula Doraemon dengan sejuta alat-alatnya di kantung ajaib yang siap membantu Nobita kapan saja. Atau film Jin dan Jun ataupun Aladin, tinggal *tring* semua yang diminta langsung ada di hadapan mata.
Mungkin sekian, maaf kepada para psikolog soalnya saya rada sok tau, hehe, semoga dapat diambil manfaatnya,bukan mudharatnya, maaf juga atas kekhilafan dalam tulisan ini.. Alhamdulillah, wassalaamu’alaikum.. ^_^ Ya Allah, aku berlindung padamu dari segala keburukan note ini dan meminta berkah dari kebaikan note ini, sesungguhnya kebaikan itu semata-mata berasal darimu..
Comments (0)
Posting Komentar
Berikan komentar anda disini JIKA Facebook Comment System tidak bekerja sebagaimana mestinya. Pada pilihan [Beri komentar sebagai] Pilih "Name/Url" jika ingin berkomentar dengan mencantumkan nama anda.