Ghazi Azhari Daffa Az-zharif: Lamunan Air untuk Ilmu

Posted by media itsar | Posted in

Alhamdulillahirabbil alamin,

sebuah feature sederhana lagi,
terinspirasi oleh saudari Arina Shabrina yang membuat saya mendahulukan
tulisan ini sebelum tulsian-tulisan yang lain, katanya “Ghaz, udah
mending yang filosofi air hasil lamunanmu dulu aja, kerjakan yang paling
ringan.”
dan atas izin Allah serta usul beliau (Makasih ya bo),
akhirnya terbentuklah tulisan ini. Ilmu dasarnya disampaikan oleh A
Rizal (Hatur nuhun A), dan yang ngebuat aye ngelamun tentang air adalah
sang second ibunda, Bu Elly Hernik yang ngasih tugas ke saya buat bikin
artikel tentang air. Tapi punten bu, malah ngeduluin hasil lamunan saya
daripada apa yang seharusnya saya hasilkan dari buah pikiran dan lamunan
ini, hampura, jangan kutuk ananda menjadi Batu! (sudahlah ghazz.)

Beneran, berawal dari sms bu Elly, “Ghaz, tolong bikin artikel
tentang air. Panjang halaman minimal 3 hal. Satu setengah spasi, new
time romans font 12, dikirim paling lambat April.”
Akhirnya berbuah
lamunan tentang Air??! Apaaa coba yang kepikiran dari air? Ngeclak?
Baseuh? Becek? Tiris? Yang akhirnya harus dibuat menjadi sebuah artikel?
Ini yang ngebuat diri stress. Tiap liat air pas cuci piring misal,
nyuci udah selesai tapi keran nggak dimatiin sambil ngeliatin air yang
ngucur dan ”nyerelek” (mengalir) hingga lamunan ini terhenti dengan
teriakan merdu sang First Ibunda “Ziii, cai teh lebar tong
dikocorkeun wae! Jaman kiwari teh keur hese cai!” (Zi, sadarlah kamu ,
air itu amatlah mubazir jika terus dialirkan sia-sia! Jaman sekarang
orang-orang sedang kesusahan air)


Ini juga yang ngebuat kalo diem di kamar mandi jadi lebih lama, bukan
karena lama mandi atau menunggu yang kau tahu, tapi karena ngelamunin
air..!! Lama kelamaan ngelamun gini terus gak baik, seperti biasa
langkah kalo udah stuck langsung curhat ke A rizal dan cari ilmu buat
bikin sebuah artikel. Disana diiterangin banyak hal yang Insya Allah
ilmunya dimuat di artikel-artikel selanjutnya.

Lamunan tentang air terus aja kepikiran. Tapi karena Allah itu Maha
Pengasih, pemberi ilmu, dan takkan membiarkan hambaNya melamun cengo,
olohok, calangap dan drastis sehingga jauh dariNya akhirnya dapet juga
sebuah inspirasi yang dikatakan Intermezzo dalam ke-stuck-an saat
membuat artikel amanah Bu Elly ini.

Inilah inspirasinya…

Musim hujan ngebuat inspirasi untuk menciptakan karya tulis tentang air
pabalatak (Banyak berserakan), karena tentu sumber inspirasi itu sendiri
yaitu air, sengaja Allah banyak turunkan sebagai rahmat bagi kita
semua.

Keingetan lagi sebuah materi IPA kelas 6 SD tentang sifat air dan materi
fisika sekarang yang lagi anget-angetnya bicarain tentang hidrolisis,
seharusnya memudahkan untuk menarik sehelai benang hikmah dari
petunjuk-petunjuk yang Allah berikan, dan Alhamdulillah ketemu sebagian
sekarang.

Kepikiran tentang sifat-sifat air di kelas 6 SD, (hayoo, masi inget??)
diantaranya, Kapilaritas bahwa air selalu menyerap dari selah-selah
kecil, Air yang tenang permukaannya selalu mendatar, air menekan ke
segala arah, juga imbuhan-imbuhan tentang air yang banyak dijadikan ilmu
seperti, “air beriak tanda tak dalam”, “Air cucuran atap jatuhnya ke
pelimbahan juga”, “Ka cai jadi saleuwi, ka darat jadi salebak”, ataupun
paribasa dengan etnis campuran seperti “Cikaracak ninggang Stone
slowly-slowly jadi legok”
(setetes-tetes menimpa batu lama-kelamaan
jadi berlubang juga) dll.

Tapi dari hal-hal tentang itu semua, tereliminasilah sebuah ungkapan
yang mungkin paling jarang dibahas. Yaitu “Air selalu mengalir dari
permukaan tinggi ke permukaan rendah.”


Ada apa dibalik sifat air yang satu ini..?

Imbuhan air mengalir biasanya sahabat gunakan untuk mengungkapkan sebuah
hidup yang, yaaaah… biasa aja pokoknya seperti seseorang yang berkata.

“Yaa, hidup jangan dibawa susah lah, ibarat air mengalir aje gue mah,
kemana pun ikuuut…”
lantas gimana kalo itu air dibawa ke Got, masih
mau ikut..?

Atau seseorang yang mengibaratkan kepasrahan dengan air mengalir, bisa
juga seseorang yang males bercita-cita sehingga memilih untuk hidup
sesuai lingkungan aje, lingkungan keluarga senang ya ikut senaang, saat
lingkungan dan keluarga susah ya kita juga ngikut merana karena ini arti
kebersamaan! (Lho..?!)

Banyak ungkapan negatif yang malah dibuahkan dari sifat air yang satu
ini. Dari mulai orang pasrah, putus asa, gak punya cita-cita, pokoknya
semua mengarah pada Pibunuhdirieun weh.. (bahasa apa nih ghaz)

Tapi ketika kita bisa mengambil hikmah dari sisi yang lain.. tentu kita
telah menemukan sebuah permata terindah ditengah lumpur terdekil yang
orang-orang hinakan..

Ya, berawal dari pernyataan bahwa air selalu mengalir.. dari tempat yang
tinggi ke tempat yang rendah. Dan selalu begitu..! Air selalu mengalir
ke tempat yang lebih rendah.. ini kata kuncinya.

Dari lamunan sederhana seperti ini, tiba-tiba terpikirkan sebuah hal
lagi, yaitu tentang ilmu..!

Yap, lamunan air untuk ilmu..

Terus, apa hubungannya??

Coba inget-inget.. inilah kita, yang seringkali mengeluh dengan, “Gatau
nih, seharian ini gue stuck, pelajaran kerasa kagak masuk aja gitu..
gatau gurunya nerangin terlalu cepet atau lambat, atau otak guenya aje
yang lagi agak konslet.”
keluhan kita tentang sulitnya kita menerima
ilmu.

Dan beribu keluhan lain yang juga sering muncul tentang sulitnya
menerima ilmu yang kita pengen supaya nerep di otak kita. So apa yang
kita pikirkan…??

Cobalah kita pikirkan bahwa ilmu itu ibarat air. Yang hanya mengalir ke
tempat yang ia rasa lebih rendah. Ke tempat yang ia rasa layak untuk
dialirkan, ke otak dan hati yang ia rasa lebih layak untuk ia isi.

Maka petunjuk selanjutnya yang dapat kita ambil adalah kerap kali kita
“meninggikan” diri kita saat kita mencoba untuk memperoleh ilmu. Dan
sahabat, bisa jadi ini yang membuat tetesan-tetesan ilmu yang kita cari
enggan mengalir menuju diri kita, karena kita dirasa begitu tinggi untuk
dicapainya.

Coba pikirkan, seberapa sering kita merasa bahwa diri kita lebih hebat
dari guru kita.. seberapa sering kita merasa bahwa diri kita yang
terbaik di suatu tim atau kelompok.. seberapa sering kita menganggap
diri kita adalah orang yang ilmunya paling tinggi diantara orang-orang
lain yang sama-sama mencari ilmu dengan kita dan berapa sering kita
merasa bahwa diri kita dalah orang yang paling terdidik..

Pernahkah sahabat mendengar ungkapan-ungkapan tinggi hati yang kurang
lebih mengatakan. “Heh, sebenernya yang anak kuliahan tuh siapa sih?
Kok jadi kamu yang ngajarin gini.?”, “heh, yang sopan dong jangan
ngeguruin gitu, yang lebih tua siapa sih?”, “Eh, yang lebih lama
berpengalaman dalam hal ini tuh siapa? Kamu atau saya? Udah jangan so
tau..”


Sadar tak sadar mungkin mulut kita pernah mengungkapkan hal-hal yang
mirip dengan diatas. Padahal sadar tak sadar lagi sahabat mungkin pernah
mengiyakan dan mensetujui ungkapan, “Terimalah kebenaran walau
terucap dari lisan seorang bocah kecil.”
Jadi siapa yang tak jujur
dengan diri..?

Sahabat, evaluasi lagi diri kita khususnya ketika kita merasa sulit
untuk menerima ilmu. Bisa jadi kita terlalu tinggi hati dihadapan Allah
sehingga Ia yang Maha Memiliki Ilmu enggan mengalirkan sedikit ilmunya
untuk kita. Evaluasi lagi diri kita sebenarnya siapakah yang Maha
memiliki otak dan hati kita? Yang memiliki tangan, mulut, mata untuk
pembelajaran kita? Yang membuat kita bisa membuat dan membantah teori
orang lain padahal asalnya kita hanya dapat merengek menangis saat kita
terlahir.

“Air akan selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah,
begitu pula dengan ilmu, Ia takkan mengalir ke jiwa yang merasa dirinya
tinggi. Air akan lebih deras mengalir ke tempat yang jauh lebih rendah,
begitu pula dengan ilmu, ia akan lebih kencang mengalir ke jiwa yang
dirinya selalu mencoba lebih tawadhu dan merendahkan hati.”

Ghazi Azhari S

Bandung, 12 Maret 2010 (13:20)


Anda juga mungkin suka tulisan ini



Widget by Hoctro | Jack Book

Comments (0)

Posting Komentar

Berikan komentar anda disini JIKA Facebook Comment System tidak bekerja sebagaimana mestinya. Pada pilihan [Beri komentar sebagai] Pilih "Name/Url" jika ingin berkomentar dengan mencantumkan nama anda.