M.k. Ziyanulhaq: Catatan Perjalanan Seorang Dokter Indonesia di Gaza#2 ~ Dari Kairo Menuju Rafah Gate

Posted by media itsar | Posted in

Bismillaahirrahmaanirrahiim



Tulisan ini adalah kisah nyata dari seorang dokter dari Bandung, Dr.Dadang Rukanta yang tergabung direlawan Tim Bulan Sabit Merah Indonesia saat beliau mengunjungi Gaza Januari-Februari 2009. Hari ini tepat setahun Israel menggempur Gaza melalui darat, laut dan udara dalam operasi "Cast Lead" yang menggemparkan dunia itu. Semoga ada hikmah yang bisa kita petik

Catatan sebelumnya: http://www.facebook.com/Khalavf?v=app_2347471856&ref=profile

Dari Kairo Menuju Rafah Gate: Gerbang Keruntuhan Ukhuwah Islamiyah



Rombongan yang tampak agak lelah karena perjalanan, menmbus dinginnya kota Kairo di pagi hari. Suasana kota masih tampak lenggang dan sepi. Sekilas Kairo seperti kota modern dengan jalan laying yang bertingkat lebar dan beberapa gedung tinggi. Tetapi gedung-gedung pencakar langitnya masih kalah dengan di Jakarta, dan lagi terasa lebih berdebu disbanding di Jakarta, mungkin karena disini memang negeri padang pasir. Kami juga melewati sungai nil yang dingin dan tenang, sungai yang menjadi nadi kehidupan warga Mesir selama jutaan tahun. Patut diacungi jempol sungat yang sangat lebar dan banyak cabangnya ini terlihat masih bersih tanpa sampah, jauh berbeda dengan sungai ciliwung di Jakarta yang kotor dengan sampah . Katanya memang kebersihan sungai sangat di jaga karena sungai ini jantung kehidupan warga mesir selama jutaan tahun.

Sampai di wisma yang terletak di daerah Nasr City-jadi masih di tengah kota- Hari masih pagi sekitar pukul 8an, kami sudah dinanti beberapa ikhwan relawan dari mahasiwa azhar. Barang-barang kami kuplkan di dekat lobi, kecuali barang pribadi di simpan di kamar masing-masing . Setiap kamar dihuni dua orang. Kami sudah disiapkan sarapan pagi, makanan dan minuman masakan Indonesia. Selepas sarapan tim dipersilakan untuk istirahat dan bebenah diri tetapi harus tetap siap berangkat setiap saat karena rencana bisa saja berubah. Dijadwalkan akan berangkat sore ini atau jam 9 malam ini, jadi kalau di Jakarta sekitar jam 2 dini hari.

Berjalannya waktu tidak terasa hari itu, tahu-tahu sudah menjelang maghrib. Kami shalat di masjid dekat Wisma yang hanya berjarak sekitar 40 meter. Shalat jama’ qashar . Ba’da Isya ada kabar keberangkatan di tunda ke eso pagi jam 9 ,karena ambulan yang akan kami bawa belum selesai. Jadi malam itu kami bisa istirahat dan menyesuaikan diri dengan waktu di Kairo. Yang jelas hari terasa dingin sehingga kami harus memakai baju beberapa rangkap. Untuk di Gaza karena suhu lebih dingin dari Kairo, kami dibekali baju dalam yang sering disebut baju monyet atau baju koboi, yang dipakai sebagai baju dalaman sebelum memakai baju luar. Untuk melemaskan otot beberapa dari kami berjalan-jalan seputar wisma melihat-lihat sudut kota Kairo yang rata-rata memang baru pertamakali menjejakan kami di kota tua ini.
Pagi hari kami terbangun menjelang subuh, beberapa sempat shalat malam sebelum subuh berjamaah di masjid. Udara sangat dingin ketika keluar wisma menuju masjid suhu sekitar 12 derajat. Shalat subuh pertamakali di masjid Kairo terasa berbeda, dengan bacaan surat yang nyaris tapa irama seperti di tanah air biasa dilakukan dan juga bacaan dan sujud yang panjang, tetapi semua itu terasa nikmat dan biasa saja bagi saya. Mungkin karena mulai adaptasi atas kebiasaan penduduk negeri ini atau juga mungkin karena semangat dan kegembiraan bisa menginjak benua afrika dan akan menlakukan suatu jihad membantu ummat muslim yang tertindas.



Lepas sarapan pagi, nasi kuning dan telor dadar, dan minum teh hangat kami berbenah memasukan bawaan kami ke mobil yang kemarin membawa kami dari bandara. Rencananya kami akan menjemput ambulan kemudian berangkat beriringan menuju perbatasan Raafah. Hari itu kami akan mencoba langsung masuk Gaza. Diperkirakan kami akan tiba di Raafah lepas dzuhur.
Proses pengambilan ambulan ada sedikit miskomunikasi. Ambulan yang tadinya akan diambil di Markas Hilal Ahmar (Bulan Sabit Merah) Egypt ternyata ada di Free Zone yan merupakan daerah yang diperuntukan untuk barang-barang yang belum jelas tujuannya. Maka kami menuju Free zone yang berada di pinggiran kota Kairo. Sampai disana, Alhamdulillah mobil ambulan sudah ada dan sudah selesai ditulisi sesuai permintaan kami, tertulis “Donation for Palestina people from Indonesian Red Crescent and Indonesian people” Ada dua ambulan jenis Toyota Hijet ukuran besar dengan atap yang lebih tinggi. Perlengkapannya merupakan perlengkapan standar evakuasi pasen dengan kapasitas dua pasen, satu brankar untuk satu pasen dan satu kursi untuk pasien duduk. Ada Oksigen dan salurannya dan satu tool box berisi alat-alat pemeriksaan sederhana.

Setelah menunggu anggota tim yang lain yang menggunakan mobil kecil, kami berangkat beriringan, ambulan, minibus dan dua mobil sedan kecil yang berisi anggota tim ditambah karyawan KBRI dan Ikhwan Mahasiswa Azhar 5 orang yang akan bertindak sebagai mutarjim (penerjemah), 3 orang diantaranya akan turut kami masuk Gaza, sehingga tim yang akan masuk Gaza sebanyak 18 orang. Skenario tim masuk Gaza seperti yang sudah dijelaskan dalam briefing di wisma, ketua tim di Kairo adalah Ikhwan Aji, yang merupakan mahasiswa Azhar yang baru menyelesaikan S1 nya. Angggota tim terdiri dari 4 mahasiswa, Salim, Arif, Haris, dan Rudi, semuanya relawan mahasiswa azhar, tiga yang disebut pertama kali yang akan ikut kami masuk kota Gaza.



Perjalanan kami menembus dinginnya kota Kairo di pagi hari berjalan lancar, kami hanya berhenti di toko di pingir kota Kairo untuk membeli beberapa bekal makanan untuk dijalan, setelah itu rombongan berjalan nonstop menuju perbatasan Raafah. Rute perjalanan sebenarnya sederhana saja, dari Kairo menuju Ismailiyah untuk menyeberang terusan Suez, kemudian menembus Gurun Sinai menuju kota terdekat perbatasan Raafah, Kota El Aris yang berjarak sekitar 40 km dari perbatasan Raafah dan setelah itu menuju Raafah. Perjalanan menuju penyebrangan terusan suez cukup menyenangkan karena kita bisa ,melihat beberapa pemukiman penduduk dan beberapa lahan pertanian yang dikelola secara modern. Jejeran kota yang dilewati masih cukup padat sehingga tidak terlelu melewati area kosong yang kadang membosankan.

Melintasi terusan Suez yang terkenal itu kami mengunakan jalan yang melintasi jembatan sangat panjang yang disebut jembatan perdamaian Gamal Abdul Naser. Panjangnya sekitar 3 km konon kabarnya merupakan jembatan yang dibangun atas kerjasama dengan pemerintah Jepang. Dari sejak di Kairo perjalan beberapa kali berhenti karena ada check point pemeriksaan dokumen oleh tentara Mesir. Satu hal yang menguntungkan saat pemeriksaan di check point adalah tim kami merupakan kerjasama dengan Hilal Ahmar di Mesir yang diketuai Ibu Husni Mubarak, jadi pemeriksaan tidak terlalu bertele-tele, bahkan dibeberapa check point hanya lewat saja begitu disampaikan tim dokter dari Hilal Ahmar. Memang di badan mobil kami tempelkan stiker lambang Hilal Ahmar Mesir. Ada sekitar tigabelas check point yang prosedurnya sama saja, menanyakan dari mana mau kemana dan melihat dokumen, kadang melihat paspor. Dokumen surat pengantar memang kami siapkan di sepan sedangkan paspor siap di masing-masing tim.


(Bersambung -> Catatan Perjalanan #3)




Anda juga mungkin suka tulisan ini



Widget by Hoctro | Jack Book

Comments (0)

Posting Komentar

Berikan komentar anda disini JIKA Facebook Comment System tidak bekerja sebagaimana mestinya. Pada pilihan [Beri komentar sebagai] Pilih "Name/Url" jika ingin berkomentar dengan mencantumkan nama anda.