Ghazi Azhari Daffa Az-zharif: Menjadi Bocah Dewasa

Posted by media itsar | Posted in

Masih main Barbie?  Masih main petak umpet? Atau bahkan Aanjangan? Wah, sahabat kayaknya kebangetan tuh. Badan udah segede karung beras tapi MP3 masih muter lagu Trio kwek-kwek. Tapi, kalau coba dipikirkan emang apa yang aneh kalo kita masih main Barbie, masih aanjangan, atau malah masih ngadu tajos pokemon ama sahabat kita? Jawabannya pasti… Dewasa doong!

Namun, sahabat sadar gak ketika kita bicara tentang batas kedewasaan, tolok ukur dewasa kah kita atau tidak, dan kapan kita layak disebut dewasa itu terdapat sebuah batasan yang tak kita ketahui. Tak terlihat pasti. Hanya berspekulasi.
Apa dengan sahabat udah nggak lagi ngobrol sendiri dengan Barbie sahabat udah dewasa? Ngga toh. Apa dengan sahabat udah nggak lagi nangis merengek meminta ketika penjual jasa odong-odong lewat depan rumah sahabat, sahabat bisa disebut dewasa? Juga tidak. Buktinya, ada anak balita yang cengengnyanaudzubillah tapi dia gak suka odong-odong dan Barbie kita juga ngga bisa nyebut dia udah dewasa karena ketidaksukaannya dengan odong-odong bahkan Barbie.

Nah, sahabat ternyata ada cara kita bisa membedakan mana sih orang yang udah bisa disebut dewasa dan mana yang belum lulus persyaratannya untuk kita sebut dewasa. Dengan beberapa ciri aja. Dan jangan lupa, kelompokkan juga sahabat berdasarkan kriteria di bawah ini, masuk ke kriteria dewasa atau masih bocah bau kencur? Hehe…

Dewasa itu DIAM AKTIF. Apaan sih? Seorang dewasa itu cenderung untuk tidak banyak berkomentar dengan apa-apa yang ada di sekelilingnya. Mulutnya ditahan untuk ngga banyak cingcong atas segala kejadian yang terjadi di sekelilingnya. Baginya diam tak berkata lebih berharga seberharga gunung emas daripada bicara percuma sekalipun beberapa kata. Dan bicara yang bermanfaat lebih berharga seberharga gunung intan daripada diam membeku dengan nggak menebar kebaikan sedikitpun kepada apapun yang ada di sekelilingnya. Jadi kalau sahabat masih suka nonton sinetron di TV dan suara yang keluar dari tuh mulut jauh lebih membisingkan daripada cekcok-nya sinetron Cinta Fitri di TV, sudah dipastikan sahabat masuk kedalam kriteria yang masih belum sahabat harapkan. Menjadi seorang dewasa.
Yang kedua nih, sahabat. Dewasa itu.. Empati. Kedewasaan sahabat bisa diliat dari seberapa besar sahabat bisa untuk melihat, meraba dan menerawang perasaan-perasaan yang bersarang di hati tetangga. Dewasa tuh dituntut untuk banyak memberi, mengasihi, dan mengalah. Nggak sah tuh dewasa kita kalau kita masih belum saling mengerti dan merasa perasaan orang lain di sekitar kita. Dewasa itu ketika kepentingan orang lain berada satu level di atas kepentingan kita, lur. Ketika kebutuhan kita udah diperuntukkan untuk Allah sendiri aja, sehingga menolong orang lain karena Allah sudah memenuhi sebagian besar kebutuhan kita. Iya toh?
Dan brad, inget. Makin banyak sahabat memerhatikan perasaan diri sendiri, maka sahabat makin banyak juga berkurang kebijaksanaannya.

For the Last! Dewasa itu.. Hati-hati dalam bertindak. Hati-hati di sini bukan ditujukkan kepada benda aja yah, tapi juga dengan waktu, kata-kata yang telah berlalu dan tentu perilaku. Orang dewasa tuh ngga asal-asalan kalau mau bertindak. Ngga asal sekenanya, ngga juga asal terjadi. Para dewasa itu gak mau harus menanggung banyak hal akibat perilakunya yang terjadi karena salah sikap atau salah ambil keputusan. Omongannya ngga ceplas-ceplos tak berarti, perilakunya ngga yang bakalan menuai masalah di kemudian hari, dan hari-harinya penuh ama yang namanya evaluasi diri. Maka, kalau lisan sahabat masih bersahabat bergandeng tangan dengan residu percakapan seperti A*****, G***** dan beragam kata lainnya. Hapunten lagi-lagi sahabat belum lulus untuk masuk ke dalam kriteria orang yang dewasa.

Nah sahabat, terakhir. Untuk mengelompokkan diri kita termasuk orang yang dewasa atau bukan, ternyata sama sekali gak ada hubungannya dengan umur. Bisa jadi yang umurnya 14 tahun itu lebih dewasa dari pada yang umurnya 30 tahun. Dan yang umur 30 tahun itu lebih bau kencur tibatan bau tanah. Nah sebab itu, kita gak usah nunggu-nunggu lagi kalo mau menjadi seorang yang dewasa, terutama di hadapan Allah. Cukup jadikan sifat-sifat di atas menjadi warna baru dalam hidupmu. Dan cicipilah nikmatnya menjadi seorang DEWASA di kehidupanmu.
Tua itu adalah sebuah kepastian. Dewasalah yang sebuah pilihan.

Ghazi Azhari S,
Bandung, rumah Mas Haidar 26 September 2010 (17:04)


Anda juga mungkin suka tulisan ini



Widget by Hoctro | Jack Book

Comments (0)

Posting Komentar

Berikan komentar anda disini JIKA Facebook Comment System tidak bekerja sebagaimana mestinya. Pada pilihan [Beri komentar sebagai] Pilih "Name/Url" jika ingin berkomentar dengan mencantumkan nama anda.